Banyak sesuatu atau benda-benda yang dulu kita sukai, kini berubah jadi satu atau dua hal yang tidak penting dan tidak lagi kita sukai. Semakin tua, semakin banyak benda-benda yang kita ‘buang’ dari kehidupan. Boneka-boneka yang berjajar rapih di atas lemari dan berselimut debu, hanya diam ditempatnya entah sampai kapan. Mungkin sampai saya dewasa dan beranggapan kalau benda-benda itu hanya merusak tatanan ruangan. Mainan adalah harta paling berharga ketika saya kecil dulu sebelum saya sadari kalau mereka cuma plastik yang bisu.
Itu adalah manusiawi. Manusia menyukai sesuatu, ia bosan, lalu ia tinggalkan. Sifat itulah yang mendorong saya (dan mungkin semua orang) untuk mencari hal-hal lain. Mengeksplor sesuatu yang baru entah itu yang ada didalam dirinya dan tersembunyi dalam kegelapan tubuhnya, atau yang ada di dunia luar.
         Dalam pencarian itu rupanya terjebak dalam satu hal saja dan terbuai terlalu lama di dalamnya kadang bukanlah hal yang baik. Saya bukannya membicarakan passion , maksud saya ‘terjebak pada satu hal dalam proses pencarian’ dan passion merupakan dua hal yang berbeda. ’terjebak pada satu hal dalam proses pencarian’ yang saya maksud adalah seperti pada suatu hari ketika kita menyadari bahwa ada satu hal yang benar-benar kita cintai, lantas waktu yang kita punya dihabiskan untuk itu hingga kita benar-benar terlupa bahwa di luar sana masih banyak hal indah lainnya. Kita benar-benar terlupa dan terbuai dengan kenyamanan itu.
        Hingga kemudian setelah semuanya terlambat, barulah kita sadar bahwa apa yang kita sukai itu telah membuat kita lupa. Betapa bencinya kita karena itu. Mungkin ada rasa penyesalan. Terlebih ketika melihat banyak sekali keindahan yang ada di sekitar kita, dan tidak ada yang bisa dilakukan selain menatapnya saja. Bisa saja di satu waktu kita berusaha untuk mencapai salah satunya. Berusaha sekuat tenaga hanya untuk tersadar kembali bahwa keindahan-keindahan itu memang tidak bisa dicapai.
 Dari situ saya (dan samua orang saya rasa) harus banyak belajar menerima untuk tidak mendapat jatah apa-apa dari begitu banyaknya keindahan. Hingga akhirnya saya harus puas dengan apa yang saya punya tanpa harus melakukan kesia-siaan seperti mencoba mengejar kebahagian yang hanya ada dalam angan-angan. Kemudian mulai mempercai kalimat-kalimat yang diucapkan oleh diri sendiri : 'Baiklah, begini saja sudah cukup'.

Atau mungin saya salah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar