Aku mengira dunia terlalu luas. Sekitar setahun lalu, saat
aku pertama kali meninggalkan pulau Jawa, aku mulai beroleh perasaan bahwa
akar-akar yang aku tancapkan di tempat aku berdiri terlampau dalam. Sementera
teman-teman lamaku telah melebarkan sayapnya, aku baru mulai menyadari bahwa
sebetulnya mimpiku terletak pada tempat-tempat yang jauh. Surabaya sementara ini adalah tempat terjauh kedua yang aku
tuju.
Aku telah melewatkan bengitu banyak waktu, dan sejujurnya aku
merasa kecewa pada diriku sendiri karena semangatku tidak pernah bertahan lama dan selalu kembali usang. Upaya
untuk mengembalikan kemampuan meledakan energi dalam diriku meliputi pencarian
teman sebanyak-banyaknya, berkegiatan hingga memakan waktu nyaris seharian,
atau hal apapun yang bisa aku lakukan di luar jam kuliah, semuanya telah kulakukan. Aku bahkan mencoba
untuk bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan kunsultan, tapi aku gagal dan
kabar terbaru ini membatku tersungkur. Setelah itu aku merasa heran pada diriku
sendiri yang rasanya sangat menggantungkan kebahagian pada sumber-sumber yang nyata-nyata telah gagal aku raih.
Baru-baru ini percobaan keduaku untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu lenyap berkat keteledoraku. Seorang teman menawarkan sebuah pekerjaan kecil sebagai penterjemah teks. Kesempatan itu terlewat karena aku terlampau ingnorant. Saat kupikir pekerjaan itu tidak akan pernah datang, ternyata sebuah pemberitahuan muncul di email-ku, hanya saja aku baru membacanya tepat satu hari setelah deadline masa tes yang mesti aku jalani.
Dan kini aku harus menyesal habis-habisan karena menolak tawaran guru gitar klasikku untuk mengikuti sertifikasi saat di Bandung dulu. Waktuku telah begitu padat untuk mempersiapkan hal-hal semacam itu dan harapanku yang terakhir, melakukan pekerjaan paruh waktu yang mudah sebagai guru privat di tempat seperti Yamaha atau Purwacaraka harus kulupakan sama sekali.
Baru-baru ini percobaan keduaku untuk mendapatkan pekerjaan paruh waktu lenyap berkat keteledoraku. Seorang teman menawarkan sebuah pekerjaan kecil sebagai penterjemah teks. Kesempatan itu terlewat karena aku terlampau ingnorant. Saat kupikir pekerjaan itu tidak akan pernah datang, ternyata sebuah pemberitahuan muncul di email-ku, hanya saja aku baru membacanya tepat satu hari setelah deadline masa tes yang mesti aku jalani.
Dan kini aku harus menyesal habis-habisan karena menolak tawaran guru gitar klasikku untuk mengikuti sertifikasi saat di Bandung dulu. Waktuku telah begitu padat untuk mempersiapkan hal-hal semacam itu dan harapanku yang terakhir, melakukan pekerjaan paruh waktu yang mudah sebagai guru privat di tempat seperti Yamaha atau Purwacaraka harus kulupakan sama sekali.
Dengan demikian, harapan untuk manjalani hidup sebagaimana
seharusnya dilakukan oleh orang berusia 22 tahun telah berada di titiknya yang
paling rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar