Latent Content : 26 Tahun hidup di dunia

Tadi pagi aku membaca buku The Wind-up Bird-nya Haruki Murakami sebentar. Aku tidak melihat jam, tapi kurasa aku hanya membaca 30 menit sampai akhirnya tertidur. Tadinya aku ingin mengisi waktu sampai jam 5.30, aku berencana lari pagi pada jam itu. Alih-alih aku malah tertidur pulas dan mengalami mimpi yang begitu jernih. 

Aku jarang bisa mengingat mimpi. Tetapi terkadang mimpi yang muncul saat aku tertidur di pagi hari setelah solat subuh terasa begitu jelas. Sejelas aku berjalan ke luar rumah di siang hari saat matahari terik. Semua peristiwa yang terjadi begitu jernih. Detail benda-benda, emosi, sensasi indra- rasa sakit, sentuhan, kelelahan, dipabrikasi oleh otak ku dengan begitu baik. Memang ada satu area di otak yang berfungsi mengatur hal itu. Area itu mengelaborasi persitiwa dengan cermat, menyusun semua material menjadi bentuk cerita utuh, seperti ribosom dalam menerjemahkan mRNA, menyusun data genetis. 

Sesaat setelah terbangun aku selalu mencoba mengingat-ingat mimpi apa yang baru saja terjadi. Kali ini, seperti saat aku tertidur pagi-pagi di kesempatan lain, apa yang berlangsung dalam mimpiku rasanya seperti persitiwa yang terjadi kemarin sore. Aku ingat semuanya, bahkan sadar bahwa material-material yang dicampur adukan oleh kepalaku menjadi bentuk cerita sebagiannya pasti diambil dari buku Murakami yang aku baca sebelum terlelap. Suasana, udara, cahaya, dan segalanya mirip seperti sepenggal deskripsi di dalam buku. 

Membaca lagi beberapa ceramah Freud, mimpi sepertinya jalan yang lebih baik dan cerdas bagi diri untuk "merasakan" apa yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata, jauh melampaui khayalan yang berlangsung saat kita sadar. Saat duduk sebentar di tempat tidur dan menyusun ulang peristiwa dalam mimpi, aku dipenuhi perasaan pathetic. Apa yang sedang repot-repot aku lakukan? kalau otak-ku ingin "mengkhayal" dengan sendirinya tanpa aku mangatur semua adegan dalam khayalan itu, lantas pikiran bawah sadarku menambahkan sedikit dramatisasi suasana musim panas dalam The Wind-up Bird-nya Murakami, memangnya kenapa?   

Aku tidak pernah berpikir untuk mencatat ringkas atau bahkan peduli pada kejadian di dalam mimpi, apalagi menyusunnya dalam sebuah tulisan kronoligis seperti satu penggal cerpen yang memiliki open ending. Tetapi mengingat pandangan Freud soal mimpi, aku pikir apa yang berlangsung dalam mimpiku, segamblang apa pun semua peristiwa terlihat jelas, adalah bentuk latent content. Kemudian aku bertanya, apa yang hendak disampaikan alam bawah sadarku? Jika ada simbol-simbol, atau mungkin ada satu dua hal yang begitu ingin aku capai atau aku singkirkan dalam kehidupan nyata, dan aku ingin memahami semua itu, maka jalan terbaik adalah mulai menuliskan sedetail mungkin apa yang berlangsung. 

Menuliskan itu di sini kurasa bukan tempatnya. Tetapi ada benang merah yang bisa aku tarik dari hal-hal yang terjadi. Semuanya jika kuringkas menjadi keyword dalam satu tulisan panjang, maka rasa-rasanya akan terdengar seperti ini : 26 tahun hidup di dunia dan apa-apa saja yang seharusnya telah terjadi.