Beberapa detail penting yang aku pikirkan dan ingin aku nikmati

Jakarta belum terasa mengesankan seperti Surabaya. Tapi cukup banyak detail kecil terjadi di tahun ini. Sebetulnya aku ingin menikmati kesan dari banyak detail yg berlangsung, tapi yang ada malah pikiran seperti ini : seharusnya kini aku sedang melesat dengan cepat di tengah-tengah usahaku ntuk mewujudkan berbagai hal yang telah kurencanakan dengan baik, kalau saja aku mulai memupuk sejak lama ambisi ke dalam diriku yang begitu enggan menerima yang paling sepele sekalipun. 

Kalaupun aku mendapati diri menjalani hari-hari sebagai pekerja yang tekun, bukan karena aku punya ambisi tinggi. Kenyataannya apa yang kulakukan kini ala kadarnya. Rasa-rasanya semua itu hanya lantaran aku tidak mau kelaparan! atau meminta ibuku mengirimi uang . Aku bekerja sekeras yang aku mampu hingga beroleh kepuasan kecil ketika satu tahap aku lalui, dan aku pulang berjalan kaki sambil berpikir apa yang akan aku kerjakan besok. Barangkali aku hanya menghabiskan waktu seperti anak kecil yang bosan di tengah film kartun dan mulai mencari makanan ringan.

Gagasan itu sempat aku kemukakan pada seorang teman dan seperti yang kuduga, ia berkata bahwa pikiran semacam itu cukup membahayakan. Ia menjelaskan pokok masalahnya sehingga aku paham bahwa gagasan itu agak ngeri untuk dijalani. Barangkali saja nanti aku akan dengan enteng berujar bahwa aku sibuk menjalani ibadah, Shalat, Puasa, hanya karena aku takut masuk neraka. Ia berkata lebih lanjut bahwa barangkali aku, pada satu titik akan mulai membenci kehidupan yang sendiri ini, hanya lantaran pikiran bahwa aku tidak mau menua seorang diri, tanpa ada seseorang di sampingku : kami menghabiskan waktu di dalam semacam rumah dengan perapian, dan seterusnya dan seterusnya.

Aku iri bagaimana kebanyakan orang dapat sepenuh hatinya menjalani banyak hal sambil memasukan ruh kedalamnya. Menjadikan persoalan yang ia geluti sebagai bagian tak terpisahkan dari jiwanya, dan perasaan yang dilibatkan dalam melakukan semua hal membuat ia jauh dari gagasan mengenai manusia separuh mesin.

Kubiarkan diriku puas dengan kesimpulan menyesakkan bahwa aku tidak lebih dari serangkaian komponen mesin yang tidak punya inisiatif, tapi takut diancam kelaparan, atau takut oleh kemarahan Tuhan, dan seterusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar