24-6-13-03.21


Hujan yang turun beberapa waktu tadi tidak lantas membuat angin sepoi yang menerpa wajah ku hilang pesonanya. Aku hanya menutup jendela kecil yang menjadi pembatas antara aku dan keteduhan malam yang abadi. Turut merasakan langit yang menyimpan banyak misteri. Ah, maafkan aku rerumputan kering yang tergerus terik tadi siang. Pohon-pohon cemara yang mereka tanam aku rasa begitu benci pada semua yang aku rasakan. Bahkan dalam kegelapan yang menyelimuti mereka aku masih bisa melihat kedengkian. Kemudian butir-butir air hujan yang menyelubingi mereka beberapa saat jatuh ke tanah, membasahi rumput kering di kaki-kaki mereka lantas mereka berbisik pada rumput ku yang mulai tumbuh.
'apakah ini sebuah akhir rumput kecil?'
'Akhir?bukankah kau yang diam saja seperti patung. Kau diam saja pada angin yang menerpa mu?'
'Kau tidak mungkin bisa merasakan apapun yang aku rasakan rumput kecil. Kau begitu kecil. Tidak sadarkah betapa kau begitu kecil? Bahkan kau tidak sanggup meraih angin sepoi semalam yang amat memesona.'
'Apa yang bisa aku lakukan selain bermimpi bersama bayang-bayang mu? merasakan kehangatan matahari dibawah kaki mu. Aku bisa melihat senyum-senyum itu bersama jutaan bintang yang gemerlapan. Ketika aku mecoba meraih jutaan cahaya itu, semakin aku berusaha keras, semakin kurasakan cahaya jutaan bintang itu memudar. Tapi kurasa ini bukanlah akhir. Andai saja kau menyerah pada angin sepoi yang kapan saja mampu meruntuhkan mu, aku rasa itulah awal dari akhir yang kau maksud.'

Itulah perasaan manusia.
Aku bermaksud menghabiskan malam ini dengan mendengar bisikan rumput dan cemara yang diterpa angin sepoi itu. Perlahan cahaya pudar dan suara-suara kehidupan menyeruak di antara udara yang masih berbau hujan. Hujan pertama setelah beberapa waktu singkat yang terasa begitu lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar