Lab Exchange, Mei - Juli 2018

Aku hendak membuat semacam jurnal perjalanan selama masa pertukaran pelajar di Jepang. Banyak hal terjadi, sayangnya aku tidak cukup sadar atau punya waktu untuk mengabadikan semuanya dalam foto.




Aku sempat tertahan di imigrasi selama 1 Jam. Petugas menelfon kampus Shibaura sebelum mengijinkanku 'masuk' ke Jepang. Mungkin mereka curiga lantaran aku membuat visa Visitor, alih-alih pelajar.





Untuk membayar sewa kamar aku harus pergi ke daerah Shinjuku. Musim semi akhir udara cukup dingin dan hujan sering turun. Aku terlalu terlambar untuk menyaksikan bunga Sakura yang kabarnya sudah berminggu-minggu lalu berguguran. 





Kabukicho adalah kantung prostitusi terkenal di Tokyo. Aku harus masuk area itu lantaran perlu mendatangi satu-satunya masjid yang bisa aku temui. 


Halaman depan Masjid Al Ikhlas Kabukicho


Suasana di dapur masjid, beberapa orang memasak untuk buka puasa



Sebagian besar yang datang ke masjid adalah pekerja dari Indonesia. Aku tidak heran makanan yang dibuat aku kenali semuanya.





Aku dapat kamar sempit, tapi lengkap dengan AC, TV, dan Kulkas. Menurut orang-orang di sana itu adalah standar minimum kamar untuk mahasiswa. Pukul 11 malam aku baru sampai kamar dan ibuku terus-menerus menelfon lantaran aku belum memberinya kabar. Ia sedang siap-siap memasak untuk sahur (Di Indonesia sudah hampir jam 3 pagi). Begitu sampai aku mengirim foto ini, "Just in touch safely.." kataku, Ia pasti sangat lega karena takut aku berakhir di sebuah kapal sebagai korban human trafficking. Untuk membuatnya fokus memasak aku mempercepat perbincangan itu dengan melewatkan cerita tersesat selama lebih dari satu jam berkeliling mencari dorm yang letaknya agak terpencil. Jepang sangat menakutkan di malam hari dan setiap taksi yang berusaha aku stop selalu menghindar. Aku paham karena banyak kasus kejahatan yang terjadi melibatkan orang asing. Pria Asia Tenggara kucel dengan banyak tas bawaan adalah orang terakhir yang pengemudi-pengemudi taksi itu ingin temui di atas jam 10 malam.




Buku "Note From Underground" nya Dostoyefsky dalam versi bahas Jepang ini aku peroleh dari apartemen temanku di dekat Shinjuku.


Aku kesulitan menuliskan caption untuk tiap-tiap foto yang ada. Tapi kejadian yang berlangsung tiap hari lambat laut membuatku bosan. Sebagian karena aku hanya menghabiskan waktu seorang diri.


Pasca kelas


Stasion Tokyo


kalau tidak salah professor menunjuk ke sebuah bangunan Tua


Aku lupa ini di mana


Base Isolator sebagai alat peredam gempa













Di belakang adalah menara sky tree


Di atas menara sky tree


Agak susah cari makanan halal, akhirnya teman2 mengajaku makan ke restoran see food

Bukan coca-cola, isinya semacam jus sayuran. 



Selanjutnya beberapa alasan kenapa aku datang ke Jepang, tidak banyak yg bisa dijelaskan. Tapi merasakan sedikit atmosfir pendidikan di sana membuatku sadar satu hal bahwa Indonesia sebetulnya tidak jauh tertinggal lantaran semua yang aku peroleh di sini tidak berbeda dengan apa yang aku peroleh di kampus ku di Surabaya